RSS

[Pidato] Hijriah, Momentum Muhasabah Diri

Hijriah, Momentum Muhasabah Diri
Semua kaum muslimin yang sadar dan peduli pada  kemegahan dan keyakinannya kepada Islam serempak secara bersama-sama di segenap penjuru dunia menyambut kedatangan tahun baru hijriyah 1434 H, dengan aktivitas yang memancarkan sinar kesyi’aran mulai dipersiapkan. Gemuruh suara  tahmid dan shalawat nabi bergema di angkasa raya, diucapkan oleh setiap orang muslim dengan tulus dan khusyu’ ketika Muharram tiba. Muslim dalam segala keadaan, dalam berbagai status sosial menghadap keharibaan-Nya, maka di tahun baru ini, jadikanlah sebagai tahun yang penuh harapan dan juga harus penuh penyesalan. 
Tahun 1434 H masih bersama kita, marilah kita menyesali berbagai kesalahan yang kita lakukan, maupun berbagai kebaikan yang belum sempat kita kerjakan. Berangkat dari penyesalan itulah kita bangun harapan setinggi-tingginya, harapan untuk mengurangi kesalahan dan menambah berbagai amal kebaikan. Oleh karena itu janganlah sampai kita menjadi orang yang rugi. Orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin. Kita harus optimis bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin dan besok akan lebih baik dari pada hari ini.
Rasulullah Saw mengigatkan dalam  hadistnya: “Bahwa jika hari ini kita lebih baik dari kemarin kita termasuk orang yang beruntung, akan tetapi jika hari ini kita sama dengan kemarin kita termasuk orang yang merugi. Dan lebih kronisnya lagi kalau hari ini lebih jelek dari kemarin kita termasuk orang yang di laknat Allah”.
Di zaman globalisasi ini seakan-akan  tidak ada orang yang tidak mementingkan urusan perutnya. Bagaimana pekerjaan hanya menjadi tujuan untuk menumpukkan harta benda guna menjaga stabilitas urusan perut semata. Rasulullah SAW bersabda: “Akan datang kepada manusia suatu waktu yang mana perhatian utama mereka terletak pada kepentingan perutnya, kebanggaan mereka adalah harta-bendanya, qiblatnya adalah para wanitanya dan agama mereka adalah uang-uangnya (dirham dan dinar). Mereka itulah makhluk yang paling buruk yang tidak ada tempat di sisi-Nya.”
Perhatikan wahai saudara-saudara bagaimana Allah SWT menciptakan manusia dengan memberikan sepasang tangannya. Tangan sebagai alat untuk menyimpan  berbagai bahan makanan demi kepuasan di masa depan. Hanya manusia yang memiliki kekhawatiran mengenai rezeki esok hari. Takut kalau tidak kebagian, takut kalau tidak mendapatkan.
Pada saat ini ummat Islam jauh lebih merasa takut  kehilangan uang dari pada agama, lebih senang hidup berfoya dan sangat takut kematian, padahal mereka tahu bahwa kematian pasti akan datang. Kegilaan kepada dunia inilah yang menurunkan kwalitas iman manusia dan menggiringnya menuju kehancuran Islam sendiri, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Akan datang suatu masa dimana bangsa mengeroyok kalian seperti orang rakus merebutkan makanan di atas meja, ditanyakan (kepada Rasulullah saw) apakah karena saat itu jumlah kita sedikit? Jawab Rasulullah saw: tidak, bahkan kamu saat itu adalah manyoritas, tetapi kamu seperti buih di atas permukaan banjir, hanya mengikuti kemana arah arus mengalir. Sungguh pada saat itu Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kamu, dan mencampakkan di dalam hatimu al-wahn. Ditanyakan kemudian kepada Rasulullah saw apakah wahn itu? Rasul menjawab al-wahn adalah cinta dunia dan benci mati.”
Marilah kita belajar hidup dengan sederhana. Menjadi muslim yang sederhana, berfikir yang sederhana dan bertindak yang sederhana. Janganlah terlalu tergiur dengan dunia. Semampu tenaga memagari diri dengan menahan nafsu. Ingatlah firman Allah SWT: “Janganlah sekali-kali hidup di dunia ini memperdayakanmu dan jangan pula syaitan memperdayakan kamu dalam manta’ati Allah”
Marilah kita bersama-sama membulatkan tekat sekuat tenaga saling menjaga diri dan jiwa kita agar tetap berada di jalan Ilahi. Menjaga diri dari berbagai kesalahan dan dosa. Alangkah baiknya jika kita lakukan secara bersama-sama, dengan cara saling mengingatkan. Kita harus mampu menanamkan keberanian untuk menerima bahkan  memohon agar diingatkan jika bersalah. 

0 komentar:

Posting Komentar