Kelompok 2
SYIRKAH, MUDHARABAH,
MUSYAQAH,
MUJARA’AH, DAN
MUKHABARAH
Mata Kuliah : Fiqih
Disusun
oleh :
M. ARROFI RAHMAN 1101120671
MULYANI 1101120672
MUTIAH 1101120673
Dosen : Norwili, M.H.I
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI BAHASA INGGRIS
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT. atas berkah, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah Fiqih yang berjudul “Syirkah, Mudharabah, Musyaqah,
Mujara’ah, dan Mukhabarah” ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa kami
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang menuntun umat dari alam gelap gulita
menuju alam terang benderang.
Penyusun
sangat berterima kasih kepada Dosen Pembimbing mata kuliah ini, karena telah
mempercayakan makalah ini sehingga dapat menambah pengetahuan kami dalam hal fiqih
muamalah. Adapun isi dari makalah yang penyusun
buat ini dikutip dari beberapa buku ataupun juga situs-situs internet yang
berhubungan dengan pembahasan materi
makalah ini. Namun, penyusun sangat menyadari bahwa makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas dari
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum, Wr.Wb
Palangka
Raya, Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
KATA
PENGANTAR
|
||
DAFTAR ISI
|
||
BAB I
|
PENDAHULUAN………………….…………………...................
|
4
|
A.
LATAR BELAKANG………….……………….................
B.
RUMUSAN MASALAH………….…….............................
C.
TUJUAN PENULISAN…………….……………...............
|
4
4
4
|
|
BAB II
|
PEMBAHASAN...............................................................................
|
5
|
A.
SYIRKAH………………………………………….....……
B.
MUDHARABAH…………………......................................
C.
MUSYAQAH………………………………........................
D.
MUJARA’AH DAN MUKHABARAH..........……………..
|
5
7
8
10
|
|
BAB III
|
PENUTUP……………….……………………………...................
|
12
|
|
12
|
|
DAFTAR
PUSTAKA
|
13
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, kebutuhan akan kerja sama antara satu pihak dengan
pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomiandan kebutuhan hidup, atau
keperluan-keperluan lain, tidak bisa diabaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa di
antara sebagian manusia memiliki modal, tetapi tidak bisa menjalankan
usaha-usaha produktif, atau memiliki modal besar dan bisa berusaha produktif,
tetapi berkeinginan membantu orang lain yang kurang mampu dengan mengalihkan
sebagian modalnya kepada pihak yang memerlukan. Di sisi lain, tidak jarang pula
ditemui orang-orang yang memiliki kemampuan dan keahlian berusaha secara
produktif, tetapi tidak memiliki atau kekurangan modal usaha.[1] Menyikapi
hal tersebut, penyusun mengambil judul “Syirkah, Mudharabah, Musyaqah,
Mujara’ah, dan Mukhabarah” yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini, adalah:
1.
Apa pengertian syirkah, mudharabah,
musyaqah, mujara’ah, dan mukhabarah?
2.
Apa saja rukun dan syarat dari bentuk
kerjasama tersebut?
3.
Bagaimanakah hukum dari kerjasama tersebut?
4.
Apa saja macam dan jenis dari syirkah,
mudharabah, musyaqah, mujara’ah, dan mukhabarah?
5.
Apa saja hikmah dari kerjasama tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Memenuhi
tugas mata kuliah Fiqih.
2. Memberikan
referensi dan pengetahuan bagi penyusun dan pembaca tentang syirkah,
mudharabah, musyaqah, mujara’ah, dan mukhabarah.
BAB II
PEMBAHASAN
- Syirkah
1.
Pengertian dan hukum syirkah
Secara etimologi, syirkah atau
perkongsian yaitu bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya,
tanpa dapat dibedakan antara keduanya. Sedangkan secara terminologi, menurut
Malikiyah, perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf) harta yang
dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling
mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya,
namun masing-masing hak untuk bertasharruf.[2]
Jadi, syirkah adalah bentuk
kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi
keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.
Hukum syirkah menurut ijma
ulama adalah boleh, berdasarkan firman Allah :
“Sesungguhnya kebanyakan orang-orang
yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan amat sedikit
mereka itu” (QS. Saad:24).
2.
Rukun dan syarat syirkah
Menurut
Abdurrahman al-Jaziri, rukun syirkah yaitu:
a.
Dua orang yang berserikat.
b.
Shigat.
c.
Objek akad syirkah.[3]
Adapun syarat syirkah menurut
Hanafiyah, yaitu:
a.
Syarat yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah baik harta, maupun
lainnya (benda yang diakadkan dan pembagian hasil).
b.
Syarat yang berkaitan dengan harta/ mal (modal dari alat pembayaran yang
sah dan adanya modal saat akad).
c.
Syarat yang berkaitan dengan syirkah mufawadhah (modal, objek, dan orang
harus sama).[4]
3.
Macam-macam syirkah
Para ulama fiqh membagi syirkah menjadi dua macam, yaitu:
a.
Syirkah amlak
Syirkah amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis
barang tanpa didahului oleh akad baik bersifat ikhtiari atau jabari.
·
Syirkah amlak ikhtiari : akibat tindakan hukum orang yang berserikat.
·
Syirkah amlak jabari : secara paksa bukan keinginan orang yang
berserikat.
Menurut para fuqaha, hukum kepemilikan syirkah amlak disesuaikan dengan
hak masing-masing yaitu bersifat sendiri-sendiri secara hukum.[5]
b.
Syirkah al-Uqud
Syirkah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan akad untuk kerja sama
dalam modal dan keuntungan.
·
Syirkah inan : penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang
tidak selalu sama jumlahnya.[6]
·
Syirkah al-mufawadhah : transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat
dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan,
pengolahan, serta agama yang dianut.[7]
·
Syirkah al-Abdan : persekutuan dua orang untuk menerima suatu pekerjaan
yang akan dikerjakan secara bersama-sama.[8]
·
Syirkah al-wujuh : perserikatan tanpa modal, hanya berpegang pada
kepercayaan.[9]
4.
Hikmah syirkah
Beberapa
hikmah dari syirkah, yaitu:
a.
Tolong menolong.
b.
Saling bantu membantu dalam kebaikan.
c.
Menjauhi sifat egoisme.
d.
Menumbuhkan saling percaya.
e.
Menyadari kelemahan dan kekurangan
f.
Menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak berkhianat.
- Mudharabah
1.
Pengertian dan hukum mudharabah
Mudharabah berasal dari kata
dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini
lebih tepatnya adalah proses seseoranng menggerakkan kakinya dalam menjalankan
usaha.[10]
Sedangkan menurut istilah, Sayid Sabiq dalam Karim menjelaskan bahwa mudharabah
berarti akad antara dua pihak untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan di
mana salah satu pihak memberikan dana kepada pihak lain sebagai modal usaha dan
keuntungan dari usaha itu akan dibagi di antara mereka berdua sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.[11]
Hukum mudharabah adalah boleh.
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam Islam berdasarkan:
“Tidak ada dosa bagimu untuk
mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah:198).
2.
Rukun dan syarat mudharabah
Menurut para ulama, rukun
mudharabah, yaitu:
a.
Shahibul mal(pemilik dana).
b.
Mudharib (pengelola).
c.
Sighat (ijab kabul).
d.
Ra’sul mal (modal).
e.
Pekerjaan dan keuntungan.[12]
Adapun syarat mudharabah,
yaitu:
a.
Shahibul mal dan mudharib harus mampu bertindak layaknya sebagai majikan
dan wakil.
b.
Sighat harus diucapkan oleh kedua belah pihak.
c.
Modal adalah sejumlah uanng yang diberikan oleh shahibul mal kepada
mudharib sebagai investasi.
d.
Keuntungan adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
e.
Pekerjaan atau usaha adalah kontribusi mudharib sebagai pengganti untuk
modal yang disediakan oleh shahibul mal.[13]
3.
Jenis-jenis mudharabah
Mudharabah ada dua macam, yaitu:
a.
Mudharabah mutlak : penyerahan modal seseorang kepada pengusaha tanpa
memberikan batasan.
b.
Mudharabah muqayyad : penyerahan modal seseorang kepada pengusaha dengan
memberikan batasan.[14]
- Musyaqah
1.
Pengertian dan hukum musyaqah
Secara etimologi, musyaqah
berarti transaksi dalam pengairan, yang oleh penduduk Madinah disebut dengan
al-mu’amalah. Sedangkan secara teminologi, kami mengambil pendapat ulama
syafi’iyah, musyaqah yaitu memperkerjakan petani penggarap untuk menggarap
kurma atau pohon anggur saja dengan cara mengairi dan merawatnya, dan hasil
kurma atau anggur itu dibagi bersama antara pemilik dan petani penggarap.[15]
Jadi, musyaqah adalah salah
satu bentuk kerja sama antara pemilik kebun dan petani penggarap dengan tujuan
agar kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga memberikan hasil yang maksimal.
Hasil yang didapat tersebut berupa buah yang dibagi sesuai kesepakatan yang
telah dibuat.
Menurut kebanyakan ulama, hukum
musyaqah yaitu boleh atau mubah, berdasarkan sabda Rasulullah SAW.:
“Dari Ibnu Umar, sesungguhnya
Nabi SAW telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar agar dipelihara
oleh mereka dengan perjanjian: mereka akan memperoleh dari penghasilannya, baik
dari buah-buahan maupun hasil tanamannya” (HR. Muslim).[16]
2.
Rukun, syarat, dan berakhirnya akad musyaqah
Jumhur ulama fiqh yang terdiri
dari ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa rukun
musyaqah ada lima, yaitu:
a.
Dua orang/pihak yang melakukan transaksi.
b.
Tanah yang dijadikan objek musyaqah
c.
Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap.
d.
Ketentuan mengenai pembagian hasil musyaqah.
e.
Shigat (ungkapan) ijab dan kabul.[17]
Adapun syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh masing-masing rukun sebagai berikut:
a.
Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musyaqah harus baligh dan
berakal.
b.
Objek musyaqah itu terdiri atas pepohonan yang mempunyai buah.
c.
Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap.
d.
Hasil yang didapat merupakan hak bersama, sesuai dengan kesepakatan yang
telah dibuat.
e.
Lamanya perjanjian harus jelas.[18]
Menurut ulama fiqh, akad
musyaqah berakhir apabila:
a.
Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.
b.
Salah satu pihak meninggal dunia.
c.
Ada uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad.[19]
3.
Hikmah musyaqah
Beberapa hikmah dari musyaqah,
yaitu:
a.
Menghilangkan kemiskinan dari pundak orang-orang miskin sehingga dapat
mencukupi kebutuhannya.
b.
Saling tukar manfaat di antara manusia.
c.
Adanya ikatan cinta, kasih sayang antara sesama manusia.
- Mujara’ah dan Mukhabarah
1.
Pengertian dan hukum mujara’ah
Secara etimologi, mujara’ah
berarti kerja sama di bidang pertanian antara pihak pemilik tanah dan petani
penggarap. Sedangkan menurut terminologi, mudharabah adalah kerja sama antara
pemilik tanah dan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya
menurut kesepakatan bersama, sedangkan benih (bibit) tanaman berasal dari
pemilik tanah.
Kerja sama dalam bentuk
mujara’ah menurut kebanyakan ulama fiqh hukumnya boleh (mubah). Dasar
kebolehanya dapat dipahami dari keumuman firman Allah yang menyuruh saling
menolong.[20]
2.
Rukun dan syarat mujara’ah
Rukun mujara’ah, yaitu:
a.
Pemilik tanah.
b.
Petani penggarap.
c.
Objek mujara’ah.
d.
Ijab kabul.
Adapun syarat mujara’ah, yaitu:
a.
Baligh dan berakal
b.
Benih yang akan ditanam jelas
c.
Tanah pertaniannya tidak tandus, batasnya jelas, dan diserahkan
sepenuhnya untuk digarap.
d.
Pembagian hasil panen jelas sesuai akad.
e.
Jangka waktu akad harus jelas.[21]
3.
Pengertian dan hukum mukhabarah
Mukhabarah adalah bentuk kerja
sama antara pemilik sawah/tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya
akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan bersama,
sedangkan biaya dan benihnya dari penggarap tanah. Hukum mukhabarah sama dengan
mujara’ah, yaitu mubah (boleh).[22]
4.
Hikmah mujara’ah dan mukhabarah
Beberapa hikmah dari mujara’ah dan mukhabarah, yaitu:
a.
Tolong menolong dalam kebaikan.
b.
Kemakmuran bumi.
c.
Semakin luasnya daerah pertanian.[23]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan
bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari yang namanya
muamalah. Sebagian dari kita pasti ada yang berkecimpung dalam dunia
perekonomian. Dalam Islam ada beberapa macam bentuk kerja sama, seperti:
1.
Syirkah
2.
Mudharabah
3.
Musyakah
4.
Mujara’ah dan Mukhabrah
Musyakah, mujara’ah dan mukhabarah adalah bentuk
kerja sama dalam bidang pertanian. Sedangkan mudharabah adalah bentuk kerja
sama dengan sistem meminjam modal dalam bentuk uang. Serta syirkah yang
merupakan bentuk kerja sama dengan menanggung untuk dan ruginya bersama-sama.
DAFTAR
PUSTAKA
Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar
Fiqh Muamalah. cet.ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ghazaly, Abdul R., Ihsan, Ghufron dan Shidiq, Sapiudin. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Karim, Helmi. 1997. Fiqh Muamalah.
cet.ke-2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syafei, Rachmat Syafei. 2001. Fiqih
Muamalah. Bandung: Pustaka Setia
[3] Abdul R. Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010, hal.129
[10] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar
Fiqh Muamalah, cet.ke-2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal.224
1 komentar:
bagus sekali
Posting Komentar